Friday, 29 March 2013

0 renew ?



Bismillahirahmanirahim...
Abu Said ra. memberitakan daripada Nabi saw di mana baginda bersabda:
"(Pada suatu hari) Nabi Musa as. berdialog dengan Tuhan: "Wahai Tuhanku, ajarilah aku sesuatu yang dapat aku sebutkan Engkau dan aku dapat pula memohon pada Engkau, dengannya."

Nabi menyambung: "Tuhan menjawab: "Ucapkan La ilaha illallaah."

Nabi Musa as. menyambung: "Wahai Tuhanku, setiap orang hamba Engkau mengucapkan ucapan ini (sama dengan mereka)."

Allah SWT masih juga berfirman: "Ucapkan La ilaaha illallaah."

Nabi Musa as. menyambung sabda: "(Wahai Tuhanku) sungguhnya aku inginkan suatu ucapan yang di khususkan bagiku."

"Mendengar demikian Allah SWT pun menjawab: "Wahai Musa, seandainya langit langit yang tujuh dan bumi yang tujuh (lapis) diletakkan pada suatu daun neraca (timbangan) dan kalimah La ilaaha illallaah di letakkan pada suatu daun neraca, akan berat lagilah La ilaaha illallaah."

(HR An-Nasa'i, Ibnu Hibban dan Al-Hakim: Shahih)

Dalam hadis lain Ibnu Abbas ra.meriwayatkan Baginda Saw bersabda: "Demi yang diriku ditanganNya, jika segala langit dan bumi dan siapa yang ada padanya dan apa yang ada diantaranya dan apa apa yang ada dibawahnya diletakkan disebelah dacing dan kalimah La ilaaha illallaah di sebelah yang lain maka dacing kalimah itulah lebih berat." 


Menyebut kalimah La ilaaha illallaah juga adalah untuk memperbaharui iman kita setiap masa

Rasulullah SAW bersabda: Hendaklah kamu sentiasa perbaharui iman kamu. Para sahabat Rasulullah SAW berkata ‘Wahai Rasulullah SAW, bagaimanakah kami perbaharui iman kami? Rasulullah SAW menjawab ‘ucapkanlah Laailaha illallah sebanyaknya’.

Marilah kita perbanyakkan mengingati ALLAH SWT di dalam hati kita dengan zikrullah atau solat dengan ikhlas dan tidak menyekutukanNya walau dengan apa sekalipun 

Tuesday, 19 March 2013

0 ingatlah sentiasa ...



Keutamaan zikir
       
      Di antara ayat-ayat al-Quran, firman Allah Ta’ala
       
       
      “Maka berzikirlah (ingatlah) kepadaKu, niscaya Aku akan mengingati kamu  sekalian…..”                                                      
            (al-Baqarah: 152)
       
      Berzikirlah (ingatlah) kepada Allah dengan zikir yang banyak.”
      (al-Ahzab: 41)
       
      “Mereka yang berzikir kepada Allah dalam keadaan berdiri duduk dan sedang berbaring.”                                                             
      (al-Imran: 191)
       
      “Dan apabila kamu telah selesai menunaikan sembahyang maka berzikirlah kepada Allah dalam keadaan berdiri, duduk dan sedang berbaring.”  
      (an-Nisa’: 103)
       
      Berkata Ibnu Abbas: Maksud ayat di atas, hendaklah seseorang itu berzikir kepada Allah pada malam hari dan siangnya, di daratan dan di lautan ketika dalam pelayaran dan di dalam  keadaan kaya dan miskin, sakit dan sihat, sama ada dengan suara rendah (dalam hati) mahupun dengan suara keras yang didengar oleh ramai.

      Allah berfirman:
       
      “Berzikirlah pada Tuhanmu dalam dirimu (hatimu) dengan penuh perasaan rendah hati dan  takut dan bukan dengan suara keras di waktu pagi dan  petang dan janganlah engkau sampai dikira orang-orang yang lalai.”
      (al-A’raf: 205)
       
      Allah berfirman lagi pada mencela orang-orang munafikin:
       
                  “Mereka itu tiada mengingati Allah melainkan sedikit sakali.”                                                                                
        (an-Nisa: 142) 
        
      Di antara Hadis-hadis yang membicarakan hal-hal ini ialah:
       
      “Berfirman Allah azzawajalla: Aku sentiasa bersama hambaKu selagi ia mengingatiKu, dan selagi kedua belah bibirnya bergerak-gerak (kerana       berzikir kepadaKu).” 
        
       Sabda Rasulullah s.a.w.:
       
                “Barangsiapa yang ingin bersenang-senang di dalam taman-taman syurga maka hendaklah ia memperbanyakkan zikir Allah azzawajalla.”
       
                Apabila Rasulullah s.a.w ditanya: Mana satu amalan yang paling utama sekali, baginda lalu menjawab:
       
                “Iaitu apabila engkau menghadap maut sedangkan  lidahmu lembut berzikir kepada Allah azzawajalla. 
        
      Sabda Rasulullah s.a.w.:
       
                “Telah berfirman Allah Tabaraka Ta’ala. Andaikata hambaKu mengingatiKU dalam dirinya, niscaya Aku akan mengingatinya di dalam       diriKu. Andaikata dia mengingatiKu di hadapan orang ramai, niscaya Aku akan mengingatinya di hadapan orang ramai yang lebih baik dari       kumpulannya. Andaikata dia mendekatiKu sejengkal, niscaya Aku akan mendekatinya sehasta.”

marilah sama sama kita memperbanyakkan mengingati ALLAH SWT dengan ikhlas dan tidak mensyirikkanNya dengan apa sekali pun 

Thursday, 7 March 2013

0 mengikut fatwa ?





الْبِرُّ حُسْنُ الخُلُقِ، وَالإِثْمُ مَا حَاكَ فِي نَفْسِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ رَوَاهُ مُسْلِمٌ أَتَيْتُ رَسُولَ اللهِ صلی الله عليه و سلم فَقَالَ: جِئْتَ تَسْأَلُ عَنِ الْبِرِّ؟ قُلْتُ: نَعَمْ، قَالَ: اسْتَفْتِ قَلْبَكَ، الْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ، وَالإِثْمُ مَا حَاكَ فِي النَّفْسِ وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ وَأَفْتَوْكَ حَدِيثٌ حَسَنٌ رَوَيْنَاهُ فِي مُسْنَدَي الإِمَامَيْنِ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ وَالدَّارِمِيِّ بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ

Daripada al-Nawwas ibn Sam’aan r.a. daripada Nabi SAW baginda bersabda:Kebajikan itu ialah keelokan budi pekerti dan dosa itu ialah apa yang tergetar dalam dirimu dan engkau benci orang lain mengetahuinya. (Hadis riwayat al-lmam Muslim.)

Dan daripada Waabisoh ibn Ma’bad r.a. beliau berkata: Aku telah menemui Rasulullah SAW lalu Baginda bersabda:

Engkau datang mahu bertanya tentang kebajikan? Aku berkata: Ya. Baginda bersabda: Mintalah fatwa dari hatimu. Kebajikan itu ialah suatu perkara yang diri dan hati merasa tenang tenteram terhadapnya, dan dosa itu itu ialah suatu perkara yang tergetar dalam dirimu dan teragak-agak di hati, sekalipun ada orang yang memberikan fatwa kepadamu dan mereka memberikan fatwa kepadamu.
 (Hadis Hasan riwayat al-lmam Ahmad dan al-Daarimie dengan isnad yang baik.)


Di antara kandungan hadits Arba’in Nawawiyyah yang ke-27 ini, adalah penjelasan Rasulullah bahwa seorang sahabatnya, Wabishah bin Ma’bad ra,  diperintahkan beliau saw untuk berfatwa kepada hatinya,iaitu mengikuti “suara” hatinya tersebut dan meninggalkan fatwa-fatwa yang diberikan oleh orang lain. Dan bahawasanya “suara” hatinya itu merupakan kayu ukur baginya untuk menilai apakah sesuatu itu merupakan kebajikan atau merupakan dosa.

Jika hatinya merasa tenang, nyaman, tenteram dan mantap, tidak ada keraguan, tidak ada bolak balik dan tidak ada kekhawatiran atau ketakutan bila terlihat oleh orang lain, maka hal itu merupakan kebajikan. Sementara, jika terjadi sebaliknya, maka itu pertanda bahwa perkara yang akan dia lakukan itu adalah dosa.

Hal ini didasarkan kepada sabda Rasulullah: Dan dari Wabishah bin Ma'bad ra, ia berkata, "Saya mendatangi Rasulullah saw, lalu beliau bertanya, 'Engkau datang untuk bertanya tentang kebajikan?' Saya menjawab, ‘Ya.’ Beliau bersabda, 'Mintalah fatwa kepada hatimu; kebajikan adalah sesuatu yang jiwamu tenteram kepadanya dan hatimu menjadi tenang, dan dosa adalah sesuatu yang mengganjal di dalam jiwa dan ragu di dada, meski manusia memberi fatwa kepadamu.” (Imam Nawawi berkata, "Hadits hasan, kami meriwayatkannya dalam dua kitab Musnad; Ahmad bin Hanbal dan Ad-Darimi dengan isnad hasan.")

 

Tiga Macam Hati


 

Hadits Wabishah bin Ma’bad ra secara lahiriah dipahami bahwa fatwa “suara” hati lebih dikedepankan daripada fatwa mufti.

Lantas, perlu diketahui pula bahawa berdasarkan kajian terhadap Al-Qur’an ataupun hadits Rasulullah, dapat disimpulkan ada tiga macam hati, iaitu:

 

1.     Al-Qalbu Al-Salim (hati yang sehat)

 

Secara harfiyah (lateral) istilah qalbun salim disebut dua kali dalam Al-Qur’an, dan keduanya terkait dengan cerita Nabi Ibrahim as, yaitu pada QS Asy-Syu’ara (26): 89 dan QS Ash-Shaffat (37): 84.

Ibnul Qayyim rahimahullah mendefinisikannya sebagai berikut, “Iaitu hati yang selamat dari segala syahwat yang menyalahi perintah dan larangan Allah swt, yang selamat dari segala bentuk syubhat yang menjadikannya menentang segala berita dan informasi yang datang dari Allah, sehingga hati tersebut selamat dari penghambaan kepada selain Allah, juga selamat dari bertahkim kepada selain Rasulullah.”

Masih menurut Ibnu Qayyim, “Secara global, hati yang salim yang shahih adalah hati yang selamat dari segala bentuk penyekutuan (syirik) dalam bentuk apa pun kepada selain Allah serta tulus murni semata-mata menghambakan diri kepada Allah, baik dalam hal kehendak, tawakal, cinta, kembali, tunduk, khusyu, takut dan harap.”

Hati yang seperti ini disebutkan Rasulullah sebagai hati yang putih, bersih, bening nan jernih. Sebentuk hati yang jika berhadapan dengan fitnah, ujian, cobaan dan godaan apa pun—baik fitnah yang berupa ancaman, siksaan, penderitaan dan semacamnya, maupun fitnah dalam bentuk godaan, iming-iming, harta, wanita dan tahta—ia tidak akan bergeming, tergoda maupun goyah atau limbung. Ia tetap dalam keimanan, keislaman dan keistiqamahannya.

Rasulullah bersabda, “Berbagai macam fitnah akan dihadapkan kepada hati, seperti tikar, anyamannya satu satu. Maka, hati yang menyerap fitnah itu akan ternoda hitam dan hati yang menolak fitnah itu akan ditambah sinar kecemerlangannya. Sehingga jadilah hati itu dua macam; ada yang putih seperti batu pualam yang tidak ternoda oleh fitnah apa pun selama masih ada langit dan bumi. Sedangkan lainnya adalah hati yang hitam legam, mirip teko yang tertelungkup, yang tidak lagi mengenal yang ma’ruf dan tidak lagi mengingkari yang munkar selain yang sesuai dengan hawa nafsunya” (Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim, hadits no. 207).

 

2.     Al-Qalbu Al-Qasi (hati yang keras atau mati)

 

Maksudnya adalah hati yang keras atau mengeras. Istilahnya dalam Al-Qur’an qasat qulubuhum, sebagaimana terdapat dalam QS Al-An’am (6): 43, atau QS Al-Hadid (57): 16. Hati yang seperti ini juga disebut oleh Al-Qur’an sebagai Al-Qalbu Al-Mayyit (hati yang mati), sebagaimana diisyaratkan dalam QS Al-An’am: 122.

Ibnul Qayyim rahimahullah mendefinisikannya, “Hati yang menghambakan diri kepada selain Allah swt, baik dari sisi cinta, takut, harap, ridha dan benci; jika ia membenci sesuatu, ia membencinya karena hawa nafsunya, jika ia mencintai sesuatu, ia mencintainya karena hawa nafsunya, jika ia memberikan sesuatu karena hal itu sesuai dengan hawa nafsunya, jika ia menahan sesuatu dan tidak memberikannya, hal itu ia lakukan karena hawa nafsunya.”

Ibnul Qayyim melanjutkan, “Jadi, hawa nafsu adalah imamnya, dan syahwat adalah komandannya, kebodohan merupakan sopirnya, dan ghaflah (lalai dari Allah swt) adalah kendaraannya.”

Hati yang seperti ini, oleh hadits Rasulullah saw, seperti tersebut tadi, dinyatakan sebagai  hati yang hitam legam, tidak lagi mengenal al-ma’ruf sebagai ma’ruf dan tidak lagi mengingkari yang munkar. Ia hanya mengikuti hawa nafsunya.

 

3.      Al-Qalbu Al-Maridh (hati yang sakit)

Pada dasarnya, hati yang sakit adalah hati yang masih memiliki kehidupan, hanya saja ia terhinggapi penyakit. Parah atau tidaknya kondisi hati ini bergantung kepada tingkat penyakit yang menghinggapinya.

Hati yang seperti ini oleh Al-Qur’an diistilahkan dengan fi qulubihim maradhun (di dalam hatinya terdapat penyakit), sebagaimana disebut dalam QS Al-Baqarah (2): 10, QS Al-Maidah (5): 52, QS Al-Anfal (8): 49 dan sebagainya.

Terkait dengan hal ini, Ibnul Qayyim menjelaskan, “Pada dasarnya, di dalam hati yang sakit ini terdapat cinta kepada Allah swt dan keimanan kepada-Nya, dan hal ini merupakan daya hidupnya. Namun, di dalam hati ini pun terdapat kecintaan terhadap segala bentuk syahwat dan ambisi untuk memperolehnya, padahal hal ini merupakan rahasia kehancuran dan kebinasaannya.”

sumber halaqah.net

kembalilah kita menyembah ,meminta ,mengharap ,bergantung hanya kepada ALLAH SWT semata mata 
janganlah kita menyekutukanNya  walau dengan apa sekali pun hatta dengan diri kita sendiri 
dan tingkatkanlah tauhid kita kepada ALLAH SWT 
dengan memperbanyakkan mengingati ALLAH SWT samada dengan zikrullah ,menunaikan perkara perkara sunat atau solat dengan ikhlas 

wallahhualam

in sya allah ...

Langit yang tujuh dan bumi serta sekalian makhluk yang ada padanya, sentiasa mengucap tasbih bagi Allah; dan tiada sesuatupun melainkan bertasbih dengan memujiNya; akan tetapi kamu tidak faham akan tasbih mereka. Sesungguhnya Ia adalah Maha Penyabar, lagi Maha Pengampun. (Al-Israa' 17:44)

aku adalah sepertimana sangkaan hambaku dan aku bersama denganya ketika ia mengingati aku .jika ia ingat kepada aku di dalam hatinya ,aku ingat kepadanya di dalam hati ku .dan jika ia ingat kepada ku di khalayak ramai ,nescaya aku pun ingat kepadanya dalam khalayak ramai yang lebih baik .dan jika ia mendekati kepada ku sejengkal ,aku pun mendekatinya sehasta .dan jika ia mendekati ku sehasta ,nescaya aku mendekatinya sedepa .dan jika ia datang kepada ku berjalan ,maka aku datang kepadanya sambil berlari
(hadis qudsi riwayat syaikhan dan tarmizi dari abu hurairah ra)

"(Iaitu) orang-orang yang beriman dan tenang tenteram hati mereka dengan zikrullah". Ketahuilah dengan "zikrullah" itu, tenang tenteramlah hati manusia.(Ar-Ra'd 13:28)

Oleh itu ingatlah kamu kepadaKu (dengan mematuhi hukum dan undang-undangKu), supaya Aku membalas kamu dengan kebaikan; dan bersyukurlah kamu kepadaKu dan janganlah kamu kufur (akan nikmatKu).(Al-Baqarah 2:152)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Popular posts

 

mencari kebenaran Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates